Kampung Desainer , Orang Kampung Penghasilan Dolar
Desa Kaliabu, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menyimpan cerita terutama di
kalangan pemuda, kini banyak berprofesi
sebagai desainer logo perusahaan. Hasil karya mereka kerap menjuarai berbagai
kontes logo di seluruh dunia. Profesi unik ini telah dapat mengubah taraf
ekonomi serta martabat desa itu yang dahulu terkenal sebagai desa dengan angka
kriminal tinggi.
Muhammad Abdul Bar (44 tahun) menjadi salah seorang penggagas kampung desain itu. Abdul sendiri semula hanya seorang sopir bus malam jurusan Magelang - Jakarta. Namun ia telah banting stir jadi desainer logo. Hasil karyanya telah dikirim ke berbagai kompetisi desain logo perusahaan di seluruh dunia.
Abdul menceritakan, keahliannya mendesain didapat dari salah seorang kawan sekitar tiga tahun lalu. Sang kawan itulah yang telah "mencuci otaknya" tentang bagaimana mengubah nasib menjadi lebih baik dari seorang supir bus menjadi desainer atau pengrajin logo.
"Saya diajari dari nol bagaimana menggambar sebuah logo menggunakan komputer. Lambat laun saya bisa. Lalu saya diajari juga bagaimana hasil karya logo itu bisa menghasilkan uang, salah satunya dengan mengikuti berbagai kontes desain logo," ujar Abdul kepada Kompas.com di kediamannya, Jumat (9/1/2015).
Muhammad Abdul Bar (44 tahun) menjadi salah seorang penggagas kampung desain itu. Abdul sendiri semula hanya seorang sopir bus malam jurusan Magelang - Jakarta. Namun ia telah banting stir jadi desainer logo. Hasil karyanya telah dikirim ke berbagai kompetisi desain logo perusahaan di seluruh dunia.
Abdul menceritakan, keahliannya mendesain didapat dari salah seorang kawan sekitar tiga tahun lalu. Sang kawan itulah yang telah "mencuci otaknya" tentang bagaimana mengubah nasib menjadi lebih baik dari seorang supir bus menjadi desainer atau pengrajin logo.
"Saya diajari dari nol bagaimana menggambar sebuah logo menggunakan komputer. Lambat laun saya bisa. Lalu saya diajari juga bagaimana hasil karya logo itu bisa menghasilkan uang, salah satunya dengan mengikuti berbagai kontes desain logo," ujar Abdul kepada Kompas.com di kediamannya, Jumat (9/1/2015).
Supir Bus Memenangkan Desain Logo
Bapak dua putra itu lalu terus mengasah kemampuannya menggambar logo sembari
tetap menjalankan pekerjaannya sebagai sopir bus malam. Hingga suatu ketika,
saat dirinya sedang dalam perjalanan dari Magelang ke Jakarta, sang istri
menghubunginya untuk memberitahu bahwa ia memenangi sebuah kontes logo
perusahaan otomotif di Australia.
"Saat itu juga saya memutuskan untuk pulang, sedangkan bus biar kernet saya yang melanjutkan perjalanan ke Jakarta," kisah Abdul.
Dari kontes itu, Abdul mendapat hadiah 400 dolar AS atau sekitar Rp 4 juta. Nominal yang cukup besar bagi Abdul karena selama bekerja sebagai sopir, pendapatannya tidak sampai angka jutaan. Abdul mengatakan, diri malah kerap tombok karena harus menanggung musibah kecelakaan yang sering menimpa dirinya.
"Hampir setiap tahun saya kecelakaan, dan kerap juga mengakibatkan orang meninggal dunia. Dari situ saya kemudian bertekad untuk tidak lagi menjadi sopir dan memilih jadi pengrajin logo," kata suami dari Umroh Mahfudhoh (32) itu.
Sudah tidak terhitung berapa kali Abdul memenangi kontes mendesain logo perusahaan di seluruh dunia, seperti Eropa, Asia, Australia hingga Timur Tengah. Informasi berbagai kontes itu ia peroleh dari internet. Hadiah memenangi berbagai kontes itu, kata Abdul, bervariasi mulai puluhan hingga ratusan dolar AS. Dari hadiah itu, Abdul bisa membangun rumah, membeli kendaraan dan tentu saja menafkahi keluarganya.
Saat ini pekerjaan Abdul hanya mendesain logo.
Abdul dan dua orang temannya yang telah terjun ke dunia desain juga mengajak saudara serta tetangganya untuk menggeluti bidang yang sama. Sebab, Abdul cukup prihatin dengan kondisi lingkungan desa Kalibu yang terkenal dengan premanisme.
Dulu, hampir semua pemuda desa itu tidak memiliki pekerjaan tetap. Kebanyakan mereka hanya nongkrong, pesta miras, memalak, berkelahi dan sebagainya. "Pelan-pelan kami ajak pemuda desa ini untuk berubah ke arah yang lebih baik. Mereka kami traktir makan, hingga mereka bertanya dari mana uang yang kami dapat. Lalu kami jawab bahwa uang ini kami dapat dari menang kontes desain logo. Nah dari situ mereka tertarik dan mau bergabung dengan kami," kisah Abdul.
Seiring perjalan waktu, banyak pemuda yang ingin bergabung dan belajar menggambar desain. Lalu Abdul membentuk Komunitas Rewo-rewo. Nama itu dipilih karena semua anggota memiliki latarbelakang beragam, dari pengangguran, tukang bakso, pedagang pakaian, sopir, guru. Anggotanya kini mencapai 250 orang, semua warga desa Kaliabu, yang kebanyakan hanya lulusan SMP dan SMA.
"Saat itu juga saya memutuskan untuk pulang, sedangkan bus biar kernet saya yang melanjutkan perjalanan ke Jakarta," kisah Abdul.
Dari kontes itu, Abdul mendapat hadiah 400 dolar AS atau sekitar Rp 4 juta. Nominal yang cukup besar bagi Abdul karena selama bekerja sebagai sopir, pendapatannya tidak sampai angka jutaan. Abdul mengatakan, diri malah kerap tombok karena harus menanggung musibah kecelakaan yang sering menimpa dirinya.
"Hampir setiap tahun saya kecelakaan, dan kerap juga mengakibatkan orang meninggal dunia. Dari situ saya kemudian bertekad untuk tidak lagi menjadi sopir dan memilih jadi pengrajin logo," kata suami dari Umroh Mahfudhoh (32) itu.
Sudah tidak terhitung berapa kali Abdul memenangi kontes mendesain logo perusahaan di seluruh dunia, seperti Eropa, Asia, Australia hingga Timur Tengah. Informasi berbagai kontes itu ia peroleh dari internet. Hadiah memenangi berbagai kontes itu, kata Abdul, bervariasi mulai puluhan hingga ratusan dolar AS. Dari hadiah itu, Abdul bisa membangun rumah, membeli kendaraan dan tentu saja menafkahi keluarganya.
Saat ini pekerjaan Abdul hanya mendesain logo.
Abdul dan dua orang temannya yang telah terjun ke dunia desain juga mengajak saudara serta tetangganya untuk menggeluti bidang yang sama. Sebab, Abdul cukup prihatin dengan kondisi lingkungan desa Kalibu yang terkenal dengan premanisme.
Dulu, hampir semua pemuda desa itu tidak memiliki pekerjaan tetap. Kebanyakan mereka hanya nongkrong, pesta miras, memalak, berkelahi dan sebagainya. "Pelan-pelan kami ajak pemuda desa ini untuk berubah ke arah yang lebih baik. Mereka kami traktir makan, hingga mereka bertanya dari mana uang yang kami dapat. Lalu kami jawab bahwa uang ini kami dapat dari menang kontes desain logo. Nah dari situ mereka tertarik dan mau bergabung dengan kami," kisah Abdul.
Seiring perjalan waktu, banyak pemuda yang ingin bergabung dan belajar menggambar desain. Lalu Abdul membentuk Komunitas Rewo-rewo. Nama itu dipilih karena semua anggota memiliki latarbelakang beragam, dari pengangguran, tukang bakso, pedagang pakaian, sopir, guru. Anggotanya kini mencapai 250 orang, semua warga desa Kaliabu, yang kebanyakan hanya lulusan SMP dan SMA.
Rp 8 Miliar Dalam Kurun Tiga Tahun Terakhir
Kini, desa Kaliabu tidak lagi dikenal sebagai desa yang mengerikan tetapi
berubah menjadi desa membanggakan berkat karya-karya logo mereka yang sudah
dikenal dunia. Hampir semua anggota komunitas itu pernah memenangi kontes
desain logo yang diselenggarakan oleh perusahaan- perusahaan di berbagai
negara. Abdul menyebutkan, jika dikalkulasi, seluruh pendapatan warga dari
memenangi kontes logo bisa mencapai Rp 8 miliar dalam kurun tiga tahun
terakhir. Tidak heran jika banyak warga yang beralih profesi menjadi desainer
logo.
Dalam waktu dekat, desa ini juga akan menjadi desa percontohan dalam hal pengembangan ekonomi kreatif dan teknologi informasi di Jawa Tengah.
Kendati demikian, Abdul tidak menampik jika ada berbagai kendala yang dihadapi dalam menjalani profesi itu, seperti akses internet yang belum maksimal, lalu beberapa warga yang belum bisa menghargai konsep karya orang lain.
Abdul dan teman-temannya kini ingin terus memompa semangat berkarya dan berkompetisi secara sehat antar warga atau anggota komunitas. Ia juga sudah mulai mendorong anggota untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, baik pendidikan yang berkonsentrasi pada desain ataupun tidak. "Kami akan terus bekerja di bidang ini, selama kami masih punya semangat berkarya," kata Abdul.
Dalam waktu dekat, desa ini juga akan menjadi desa percontohan dalam hal pengembangan ekonomi kreatif dan teknologi informasi di Jawa Tengah.
Kendati demikian, Abdul tidak menampik jika ada berbagai kendala yang dihadapi dalam menjalani profesi itu, seperti akses internet yang belum maksimal, lalu beberapa warga yang belum bisa menghargai konsep karya orang lain.
Abdul dan teman-temannya kini ingin terus memompa semangat berkarya dan berkompetisi secara sehat antar warga atau anggota komunitas. Ia juga sudah mulai mendorong anggota untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, baik pendidikan yang berkonsentrasi pada desain ataupun tidak. "Kami akan terus bekerja di bidang ini, selama kami masih punya semangat berkarya," kata Abdul.
0 komentar